Monday, April 1, 2013

Dubes Afganistan: Taliban Membunuh Rabbani

Dubes Afganistan: Taliban Membunuh Rabbani
Burhanuddin Rabbani /TEMPO/Aditia Noviansyah


Foto Burhanuddin Rabbani dengan warna hitam-putih dan berukuran sekitar 2 x 1 meter dilekatkan di dinding perpustakaan tepat menghadap pintu utama Kedutaan Besar Afganistan, Jakarta.

Sebuah buku ditaruh di atas meja untuk siapa saja yang ingin menorehkan tulisan duka atas tewasnya mantan Presiden Afganistan pada Kamis, 20 September, lalu. Sebuah krans bunga dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tampak di ruangan itu. PBNU merupakan fasilitator perdamaian Afganistan.

Duta Besar Afganistan untuk Indonesia, Fazlurrahman Fazil, didampingi istrinya, Shakila Riazi Fazil, terpukul atas tragedi itu. “Ia wali nikah kami. Ibu saya dan ibunya bersaudara,” kata Fazil kepada Maria Rita Hasugian dan Sunariah dari Tempo, di ruang kerjanya, Jumat lalu.

Menurut Fazil, setelah tewasnya Rabbani, tokoh ulama dan pemersatu Afganistan, proses perdamaian akan berjalan lebih sulit. Apalagi sikap Taliban yang menolak berdamai. “Taliban tidak tahu bahasa perdamaian,” ujar mantan jurnalis ini. Berikut ini petikan wawancaranya.

Mengapa Rabbani percaya pada penyampai pesan untuk Taliban  yang kemudian membunuhnya?


Karena dia ingin segera mungkin terjadi perdamaian. Dia mendapat info bahwa pria itu datang membawa pesan dari Taliban untuk bekerja sama dengan pemerintah. Dia sangat gembira. Rabbani saat itu baru pulang dari Islam Awakening Conference (di Teheran, Iran) dan baru cek kesehatan di Dubai. Begitu tiba di rumah, dia meminta orang itu diantar bertemu dirinya. Padahal biasanya ia istirahat dulu baru menemui tamu. Pria itu kemudian mendekati Rabbani dan mencium tangannya. Saat itulah ia menekan tombol di dalam bajunya, lalu bom yang disimpan di sorban pria itu meledak dan menewaskan Rabbani.

Bagaimana hasil terbaru dari investigasi? Siapa otak pelakunya?
Pendukung Rabbani di komisi investigasi mengumumkan rencana (pembunuhan Rabbani ) dibuat di luar Afganistan. Dalam waktu dekat akan diumumkan otak pelakunya. Ada orang di dalam dan di luar negeri ini sebagai otak pelakunya.

Apa motif pembunuhan Rabbani?
Pemerintah mengumumkan hal ini berkaitan dengan proses perdamaian yang berjalan, dan Rabbani berkeinginan kuat untuk terjadi perdamaian. Taliban tidak ingin perdamaian.

Taliban mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan Rabbani. Bagaimana sikap pemerintah Afganistan?
Tidak ada keraguan Taliban membunuh Rabbani. Tapi mengapa Taliban tidak setuju (perdamaian)? Sebab, peristiwa ini (perdamaian) sangat penting bagi Afganistan. Taliban tahu power Rabbani dan pengaruhnya terhadap masyarakat Afganistan. Jadi mereka (Taliban) takut Rabbani akan mengambil alih kekuasaan.

Rabbani, saat diwawancarai Tempo pada Juli lalu di Jakarta, mengatakan Pakistan menjadi kunci perdamaian di Afganistan. Menurut Anda, apa makna pesan itu sekarang?

Pernyataan Rabbani bukan ditujukan kepada semua warga Pakistan, melainkan kepada beberapa pejabat intelijen Pakistan (Inter-Services Intelligences/ISI) yang mendukung Taliban. Tanpa dukungan mereka, bagaimana mungkin Taliban bisa masuk ke Afganistan, mendapatkan senjata, dan memberikan latihan militer kepada siswa-siswa madrasah. Markas Taliban di Quetta berjarak sekitar 100 kilometer dari rumah Presiden Pakistan. Di sana, Umar Patek, Usamah bin Ladin, dan dua otak pelaku peristiwa 11 September tinggal. Mereka dapat visa dari Pakistan. Setiap teroris mendapat visa dari Pakistan.

Apakah pemerintah Afganistan akan mengubah strategi dalam pembicaraan damai setelah Rabbani tiada?
Mungkin kami akan mengubah cara untuk melanjutkan proses perdamaian. Kami akan tetap menyertakan Taliban dalam perundingan. Kami juga akan mengikutsertakan Pakistan.

Apakah Rabbani pernah membahas proses perdamaian dengan Perdana Menteri Pakistan Yusuf Raza Gilani?
Rabbani telah meminta Gilani membantu kami menyelesaikan aksi kekerasan di Afganistan. Hal ini sangat bermanfaat bagi kami dan bagi Pakistan. Sebab, akan sangat berbahaya bagi Pakistan jika membiarkan teroris hidup di Pakistan.

No comments: