Monday, April 1, 2013

"Kami Terperangkap antara Ikhwanul Muslimin dan Dewan Militer"

Wawancara Tempo dengan Sekjen Dewan Mesir
Anissa Mohamed Essameldin Hassouna, TEMPO/Jacky Rachmansyah


Situasi Mesir semakin tegang menjelang pemilihan presiden Mesir pada Mei 2012 mendatang. Anissa Mohamed Essameldin Hassouna, Sekretaris Jenderal Dewan Mesir bidang Luar Negeri, menuturkan persoalan aktual dan kemungkinan yang akan terjadi di negaranya kepada Yogita Lal, Maria Rita, dan fotografer Jacky Rachmansyah dari Tempo di Serpong, Banten, pekan lalu. Anissa menghadiri seminar Mesir-Indonesia mengenai "Transisi Demokrasi dalam Islam, Negara dan Politik" di Hotel Aston Serpong Tangerang , 11 April 2012. Berikut petikan wawancaranya:


Menurut Anda, mengapa majelis panel konstitusi ditangguhkan kerjanya?
Saya pikir negara ini memiliki kasus yang sangat berat untuk dikerjakan. Tidak ada kriteria pemilihan yang obyektif yang disetujui oleh anggota komisi konstitusi.

Apa yang terjadi jika konstitusi tidak kunjung ada dan presiden sudah dipilih?
Mereka akan menyatakan dirinya sebagai presiden sementara. Hanya untuk waktu terbatas. Begitu banyak pasal kontroversial dalam konstitusi, termasuk merombak majelis parlemen rakyat.

Apa dampak Khairat al-Shater, pemimpin Ikhwanul Muslimin, bagi Mesir jika terpilih dan begitu pula Omar Suleiman jika terpilih?
Dalam situasi sekarang di Mesir, sepertinya tidak seorang pun yang memberi suara kepada mereka karena mereka akan membawa kami kembali ke tahun-tahun sebelum revolusi. Terperangkap antara Ikhwanul Muslimin di satu pihak dan Dewan Militer di pihak lain. Tentu saja hal ini bergantung pada pemilih.

Sebagai contoh, bagi Ikhwanul Muslimin, mereka sekarang menguasai parlemen, dan mereka mayoritas di komisi konstitusi dan mereka saat ini maju untuk pemilihan presiden. Meski dua bulan lalu mereka selalu mengatakan--dan saya tahu hal ini dari pertemuan dengan mereka di pertemuan publik--mereka (Ikhwanul Muslimin) tidak akan maju untuk pemilihan presiden.

Saat itu saya tanya mereka, mengapa mereka tidak mau. Lalu mereka mengatakan, “Kami tidak mau rakyat merasa diintimidasi, kami tidak mau rakyat berpikir kami sedang melakukan intimidasi. Sekarang kami merasa tercekik karena mereka sedang mengerjakan apa yang mereka sebut tidak akan dilakukan.” Tentu saja mereka berhak melakukan itu. Namun mereka seharusnya memberi stakeholder lain dalam masyarakat untuk berperan dalam proses pengambilan keputusan di negara ini.

Lalu, siapa yang akan dipilih jika bukan Al-Shater atau Omar Suleiman?
Sangat sulit dikatakan. Saya tidak berpikir Omar Suleiman memiliki peluang besar karena dia dulu seorang wakil presiden dan tidak masuk akal jika rakyat memilihnya dan membawa orang yang sama kembali ke pemerintahan. Tentu saja dia mengatakan bahwa dia akan memulihkan keamanan di negara ini. Dua hari lalu dia mengatakan bahwa dirinya menerima ancaman pembunuhan dan dia mencurigai Ikhwanul Muslimin. Jadi, ini tidak akan mudah. Mereka sekarang bertarung.

Apakah pemilihan harus diulang nanti?
Saya tidak berpikir begitu. Tapi, ya, orang-orang berpikir ini sangat berat dilakukan sekarang. Kamu tidak tahu apa yang bakal terjadi setelah Hazen Abu Ismail (kandidat presiden dari Partai Salafi) dikeluarkan karena masalah kewarganegaraan ibunya. Dia memiliki jutaan pendukung. Dia mengancam akan turun ke jalan. Ikhwanul Muslimin juga mengancam akan turun ke jalan dan melakukan aksi demo. Jadi kami mengarah ke periode yang sangat sulit.

Siapa yang diperkirakan menjalankan pemerintahan di Mesir jika konstitusi belum ada?
Ini sangat berat. Kami akan memilih presiden, tanpa kejelasan yurisdiksi karena konstitusi tidak ada. Ini kembali membuktikan satu poin saat kami mengatakan tidak ada referendum pertama untuk mengamendemen sebagian dari konstitusi pada pemilihan parlemen sebelumnya. Setelah 14 bulan, hal ini kembali membuktikan bahwa tahapan yang benar adalah memiliki konstitusi, lalu pemilihan parlemen, kemudian pemilihan presiden. Jadi kami berada dalam posisi yang sulit.

MARIA HASUGIAN |YOGITA LAL

No comments: