Selama delapan tahun fotografer Gregory "Greg" Constantine merekam denyut
kehidupan etnis Rohingya dari dua negara, Bangladesh dan Myanmar. Ia memotret berbagai sisi kehidupan orang-orang Rohingya jauh sebelum pecah konflik berdarah pada 2012 lalu. Konflik berdarah yang diotaki warga Budha Myanmar pada masa transisi pemerintah junta militer ke pemerintahan demokratis itu membuat Myanmar mendapat sorotan tajam dari masyarakat internasional. Ia mengkritik pemerintah Myanmar yang menolak mengakui Rohingya bagian dari negara itu. Fotographer otodidak ini meminta para pemimpin ASEAN bersatu mendorong pemerintah Myanmar untuk mengakhiri kekejaman yang diderita etnis Rohingya dan memberikan hak-hak politik kepada etnis yang dianggap Greg paling menderita di antara etnis-etnis tanpa kewarganegaraan di muka bumi ini .
Writing my ideas and life-journeys to hopefully bring peace, love and respect for every one.
Wednesday, February 26, 2014
Saturday, April 6, 2013
Akhir Perjalanan Khmer Merah
PENGADILAN itu telah dipersiapkan. Gedung pengadilan, para hakim, aturan main—semua ini menunjukkan tekad bulat Kamboja untuk menyelesaikan masa lalunya yang demikian kelam: legasi Khmer Merah (1975–1979). Mereka, elite Khmer Merah yang masih hidup, sebenarnya sudah uzur. Pol Pot, orang nomor satu rezim yang dinilai bertanggung jawab atas pembantaian 1,7 juta rakyat Kamboja itu, telah tiada. Tapi inilah pengadilan besar buat orang nomor dua, tiga, dan empat: Nuon Chea, Ieng Sary, dan Khiew Samphan. Kepastian bahwa pengadilan akan digelar membuat mereka—juga siapa saja yang terlibat Khmer Merah—cemas. Sudah 28 tahun mereka hidup bebas, tak tersentuh hukum. Tulisan berikut adalah potret Kamboja yang mencoba mengatasi masa lalunya. Wartawan Tempo, Maria Hasugian, mengunjungi Pailin, kota kecil dekat perbatasan Kamboja- Thai land yang menjadi dapur penggodokan tentara Khmer Merah sebelum mereka memburu orang-orang yang tak sehaluan, terjun ke ladang -ladang pembantaian, the killing fields.
Monday, April 1, 2013
"Kami Terperangkap antara Ikhwanul Muslimin dan Dewan Militer"
Anissa Mohamed Essameldin Hassouna, TEMPO/Jacky Rachmansyah |
Situasi Mesir semakin tegang menjelang pemilihan presiden Mesir pada Mei 2012 mendatang. Anissa Mohamed Essameldin Hassouna, Sekretaris Jenderal Dewan Mesir bidang Luar Negeri, menuturkan persoalan aktual dan kemungkinan yang akan terjadi di negaranya kepada Yogita Lal, Maria Rita, dan fotografer Jacky Rachmansyah dari Tempo di Serpong, Banten, pekan lalu. Anissa menghadiri seminar Mesir-Indonesia mengenai "Transisi Demokrasi dalam Islam, Negara dan Politik" di Hotel Aston Serpong Tangerang , 11 April 2012. Berikut petikan wawancaranya:
Dubes Afganistan: Taliban Membunuh Rabbani
Burhanuddin Rabbani /TEMPO/Aditia Noviansyah |
Foto Burhanuddin Rabbani dengan warna hitam-putih dan berukuran sekitar 2 x 1 meter dilekatkan di dinding perpustakaan tepat menghadap pintu utama Kedutaan Besar Afganistan, Jakarta.
Sebuah buku ditaruh di atas meja untuk siapa saja yang ingin menorehkan tulisan duka atas tewasnya mantan Presiden Afganistan pada Kamis, 20 September, lalu. Sebuah krans bunga dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tampak di ruangan itu. PBNU merupakan fasilitator perdamaian Afganistan.
Duta Besar Afganistan untuk Indonesia, Fazlurrahman Fazil, didampingi istrinya, Shakila Riazi Fazil, terpukul atas tragedi itu. “Ia wali nikah kami. Ibu saya dan ibunya bersaudara,” kata Fazil kepada Maria Rita Hasugian dan Sunariah dari Tempo, di ruang kerjanya, Jumat lalu.
Menurut Fazil, setelah tewasnya Rabbani, tokoh ulama dan pemersatu Afganistan, proses perdamaian akan berjalan lebih sulit. Apalagi sikap Taliban yang menolak berdamai. “Taliban tidak tahu bahasa perdamaian,” ujar mantan jurnalis ini. Berikut ini petikan wawancaranya.
Mahmoud Farazande: Amerika Ingin Unjuk Gigi di Iran
Duta Besar Iran, Mahmud Farazandeh TEMPO/Seto Wardhana. |
Nilai-nilai dan norma dari Revolusi Islam Iran 33 tahun lalu menjadi pegangan masyarakat Iran. Makanya, untuk membuktikan bersatunya rakyat Iran menghadapi tekanan Amerika Serikat, Israel, dan sekutunya, masyarakat Iran akan menggelar pawai esok hari di berbagai kota. Pawai digelar untuk menunjukkan walaupun rakyat Iran ditekan lewat perang urat syaraf, tekanan ekonoi, tekanan politik, dan berbagai tekanan lainnya, kata Farazande, namun mereka tegar berdiri.
Iran, tegasnya, juga menolak berkonfrontasi akibat tekanan asing itu. “Dalam perjalanan sejarah, kami tidak dapat menemukan sebuah invasi dari bangsa kami terhadap negara-negara lain. Bangsa Iran tidak pernah siap dan tidak pernah bisa untuk membunuh masyarakat dari negara lainnya dengan bom atom,” kata Farazande didampingi Atase Pers Ali Pahlevani Rad menjawab pertanyaan Tempo dan beberapa wartawan di sela peringatan Hari Nasional Iran ke-33 atau Revolusi Islam Iran di rumah dinas Farazande, Jakarta, Jumat (10 Februari 2012) malam. Berikut kutipan wawancara.
Sunday, March 31, 2013
Looking at Other People's Garden
Pyne Garden, Gwangju, South Korea, August 2011 |
"You can give a fool a thousand intellects, but the only one he will wants is yours," says an Arab proverb.
When we start planting the garden of our life, we glance to one side and notice our neighbour is there, spying. He himself is incapable of growing anything, but he likes to give advice on when to sow actions, when to fertilize thoughts, and when to water achievements.
If we listen to what this neighbour is saying, we will end up working for him, and the garden of our life will be our neighbour's idea.
We will end up forgetting about the earth we cultivated with so much sweat and fertilized with so many blessings.
We will forget that each centimetre of earth has its mysteries that only the patient hand of gardener can decipher.
We will no longer pay attention to the sun, the rain, and the seasons, we will concentrate instead only on that head peering at us over the hedge.
The fool who loves giving advice on our garden never tends his own plants at all. (Paulo Coelho).
Appreciate Simplicity
Sometimes it seems as if human beings specialize in making
things much more complicated than they need to be. Your grandparents
used to have plain oatmeal for breakfast. Now your local supermarket
stocks an entire aisle with an eye -popping variety of cereals, each
claiming to be more "improved" than the others.
At the same time,
we appreciate simplicity. In fact, people work constantly to reduce
mind-boggling complexities to easier to understand components. To
resolve knotty problems, we sort and simplify. We seem to be compelled
to understand things. And, the only way we can understand them is to find a way to make them clear and manageable.
At the same time, we appreciate simplicity. In fact, people work constantly to reduce mind-boggling complexities to easier to understand components. To resolve knotty problems, we sort and simplify. We seem to be compelled to understand things. And, the only way we can understand them is to find a way to make them clear and manageable.
God's creation is complex. He made it that way. And yes He simplified it for us. You were wondering about the meaning of life? It's a mystery, is it not? Not when you're asking the Author of life, He says simply , "I'm your life. Say yes to Me, and you will have it. He makes the important things straightforward and accesible.
Your life can consist of a welter of details, and at the same time, if you want to, you can walk with simple, natural ease. One step at a time. It is not complicated.
(Author : David Bordon & Tom Winters)
Indian people took shower in Gangga river in the morning. I took this picture on October 2011. (Maria Rita Hasugian) |
Subscribe to:
Posts (Atom)